Senin, 04 Februari 2008

Pagi Buta Di Istanaku

by Purnomo Budi Santoso, Teknik Mesin Undip, Etoser Semarang 2005


Gemerincingan air terdengar dari dalam kamarku yang berukuran 3x3 m, padahal hari masih teramat pagi, ya waktu itu dan seperti biasanya jam 03.00 dini hari. Ah.. biasa teman-temanku sudah bangun untuk menyibukkan diri dengan segala aktivitasnya. Ada yang qiyamullail, ada yang belajar, ada yang memasak mie instant untuk sahur shoum sunah. Akupun terbangun, tetapi badan ini masih sangat malas untuk mengangkat badan ini mengikuti aktivitas seperti yang dilakukan teman-temanku.

Aku sadar aku ini sedang futur, lihat penampilan ku banyak berubah dan tak lagi pandai menjaga pandangan dan sering cari sasaran... Jarang baca buku tentang Islam, lagi demen baca koran. Dulu, tilawah ngga pernah ketinggalan, sekarang… satu lembar udah lumayan.Lumayan daripada…. Lu manyun. Tilawah sudah lagi tak berkesan, baca komik ketagihan. Mulai malas sholat malam dan jarang tafakur. Ba’da subuh, kanan kiri salam lantas kembali mendengkur. Apalagi waktu libur…. sampai menjelang dzuhur. Lihat perut saya…. Makin buncit karena krupuk dan masakan Bu Tarmi warung dekat asramaku. Kalau infak….suka sedikit dan mulai pelit. Apalagi shaum sunnah ... perut rasanya begah. Aku ini sedang futur. Sibuk ngurusin kerjaan yang tidak jelas ogah nanganin binaan. Tak lagi pandai bersyukur. Seneng disanjung… dikritik murung. Malas ngurusin dakwah… rajinnya bikin pendamping marah. Sedikit sekali muhasabah, sering sekali mengghibah.

Namun akhirnya aku kembali sadar Alloh teramat sangat mencintai ku. Dia mengirimkan rezeki untukku, sinar matahari setiap pagi, pemandangan indah dilangit setiap malam. Setiap saat kita ingin bicara, Dia akan mendengarkan. Dia ada setiap saat kita membutuhkanNya, Dia ada di setiap tempat, dan Dia memilih untuk berdiam di hati kita.Aku kembali bersyukur dengan apa yang telah aku dapat.

Seperti biasanya istanaku ini yang berada di Jalan Timoho Timur 3 no 30 bulusan Temalang ini, selalu ramai dengan penghuni begitu familiar dengan sesama. Hari-hari yang terlewatkan menjadi sebuah kenangan yang indah yang akan selalu teringat, ukhuwah yang indah yang menjadi bingkainya. Kini di tahun terakhirku di etos, kebiasaan merenung dan memutar kembali memori kali pertama datang ke Etos Semarang sering terlintas sejenak. Terkadang tak kuat juga seandainya melihat perubahan yang aku rasakan selama di Etos. Teringat dulu saya datang ke Semarang hanya modal nekat, kampungan agap iptek, kuper, culun tapi Insya Alloh tidak nakal bahkan lugu. Kini aku merasakan sebuah perubahan yang besar selama meninggalkan kampungku yang aku suka dengan semua yang ada, dengan segala keramahannya, keluguannya, dan semua keunikannya penghuni ndan alamnya. Hingga aku sering menahan rindu yang teramat tebal pada kerluarga dan kampungku.

Di Semarang aku tak lagi mendengar suara katak yang dulu kalau di kampung menjadi back sound setiap aktivitasku. Suara kambing dan bau kandangya yang sumpah aku tidak suka menikmatinya. Kini lantunan tilawah dari teman-teman dan nasyid dari mp3 di komuter yang menjadi back sound ketika aku menjalani aktivitasku di Istanaku. Sungguh terjdi kekontrasan dalam hidupku.

Bersyukur sekali aku panjatkan kehadirat Alloh SWT. yang telah memberikan segala kenikmatan selama ini, yang memberikan aku teman-teman yang soleh. Hidup di sebuah asrama Beastudi Etos yang tersistem dengan baik dan terarah menuju ”the best caracter building”. Pendampingan yang intensive untuk membuka jalan masa depanku yang cerah, terarah, dan orientasi ke jannah.

Betapa bangganya emak dan abahku di kampung ketika aku pulang kampung melihat aku tetap seperti dulu, tidak seperti wacana didesa yang mengatakan semakin tinggi pendidikan anak semakin kurang ajar anak kepada orang tuanya. Semoga Alloh SWT tetap merendahkan diriku dihadapan orang tuaku, melunakkan watakku di hadapan mereka. Kerap aku menangis sendiri dikamar ketika mengingat perjuangan emak dan abah hingga sekarang aku menjadi satu-satunya orang di desaku yang bisa kuliah di Universitas negeri dan bonafit. Padahal teman-teman se-usiaku dikampung sebagian besar sudah menikah dan punya anak. Namun aku tetap dengan pendirianku, aku akan membahagiakan emak dan abahku sebelum yang lain. Sampai begitu besar cita-cita ini, aku tulis cita-citaku itu di kamarku di dekat foto emak dan abahku. Yang bunyinya:


Janji Sang Bocah

Saat Mulai Mengenal Kefanaan Dunia

Bapak..........Ibu..........

Sebelum Saat Itu tiba, aku Ingin Engakau Menjadi Orang Yang Paling Bahagia Di Dunia Ini.”




Tidak ada komentar: